Aku masih berdiri lemas didepan pintu kamarnya. Kulihat wanita itu masih beradu bicara di dalam kamar yang masih tertutup tirai itu. Sedikit tersingkap terbuka membuatku melihat jelas walaupun sebentar. Aku masih penasaran dengan 'who is that girl I see'.

Itu bukan pacar *ak*i kan, gumamku...

Hmmm, tp kok *ak*i tata bahasana beda waktu bicara dengannyah...

Jujur aku paling benci penasaran ini. Kujabani berdiri di depan kamarnya sambil berpura-pura melakukan sesuatu yang menurutku gak penting. Tak berapa lama kakiku pun pegel dan aku putuskan untuk kembali ke kamarku saja.

Tidur-tiduran membuatku ketiduran lama. Itulah makanya aku dijuluki Mr.Pelor. Aku memperhatikan jam dinding hitamku yang tergantung diatas pintu masuk. waktu menunjukan pukul 6 pm. Aku mengacak-acak rambutku yang sebenarnya masih botak akibat ospek. Hingga menyadari bahwa aku belum buka puasa. Segera aku lari ke warung makanan depan kossan. Kulihat Ibu Kos yang merangkap Ibu penjaga warung sedang berbuka puasa dengan beberapa anak dan menantunya. Aku memesan beberapa menu dan meminta mengantarkannya ke kamarku yang disusul dengan kembalinya aku ke kamarku.

Saat menuju bagian depan kamar kosku. *ak*i meneriaki namaku dari belakang dan dengan spontan aku menoleh menghadap sumber suara.

aku : dari mana *ak*i? kok nanggung amat baliknya pas magribh.

*ak*i : Tadi habis ngantar temen sekalian beli dvd games. Dim, lo instal-kan lagi yah.

aku : Iyah,. Tapi gue belum buka, ntar gue buka di kossmu yah.

*ak*i : Tenang ajah bro.

Akhirnya aku kekamarnya. Saat memasuki kamarnya, aroma khas kamarnya mendadak bikin aku makin gay. But, that's not the point. Organ 6 oktaf masih pada posisi yang sama dengan terkahir aku ke kamarnya beserta lemari-lemari bajunya. Aku mulai duduk didepan komputer baru *ak*i dan memandangi poster spiderman yang super huge yang berada tepat diatas layar komputernya yang terang-terang terus menarik perhatianku.

Tak berapa lama, komputer sudah dalam posisi standby. aku memasukan DVD game yang baru dibeli *ak*i. Dia memperhatikan ku dengan seksama sambil kadang-kadang ngobrol multi arah yang tidak memiliki point penting sedikitpun. Anaknya ibu kos tiba-tiba mengetuk pintu kamar *ak*i dan langsung memberikan pesanan makanan yang aku minta. Instalasi berlangsung sangat lama, aku menunggu sambil memakan pesanan tadi. Hingga habis nasi yang tadi kumakan, instalasi game masih berlangsung. Aku mulai bosan, mataku bermain memperhatikan sekitar. *ak*i sedang membaca buku kuliah miliknya. Mataku terus bermain-main hingga mataku berhenti pada bingkai photo yang sedari tadi berada di meja dimana layar komputer berada. Tepatnya di samping tepat layar komputer dan aku tidak memperhatikannya. Langsung ku pandangi.

aku : *ak*i! Ini pacar baru lo ? Bukannya lo baru putus sama U**.

*ak*i : Nggak itu cuma teman.

aku : Gila temen kok foto berduaan di bingkai bagus banget. Boonk banget sih.

*ak*i : Iya. Itu beneran temen. Jeda bentar. Eh, nggak sih dim. Sebenarnya kita HTS. Gue cuma mau Have fun ajah.

aku : Hah. Crazy fact yang keluar dari mulut *ak*i dan baru pertama kali aku dengar. Oh gitu yah?.

HTS. Jadian. Baru teman. Kata-kata yang kurekam dengan sempurna layaknya wartawan Infotaiment mencari gosip-gosip baru para artis.

*ak*i : Ehm, dim. Tapi jangan cerita ke temen2 SMA yah. Pokoknya jangan cerita ke siapa pun. Baru kamu yang tau kok.

aku : Hah?! O iya deh. Ngapain juga aku cerita ke anak2. Uh padahal tadi baru ajah mau sms, cuma kasian, amanat.

*ak*i : Gimana? udah gak nginstalnyah.

Akhirnya instalasi pun berjalan baik. Aku menemaninya bermain game hingga jam 10-an. Dia komen2 banyak banget tentang game yang baru di-instalnya. Padahal aku masih kepikiran ke arah hubunganya pada cewek yang diceritakan itu. aku cuma bisa jawab seadanya kalo dijawab, atau malah bingung. Baru pertama kali aku mengadapi seorang teman yang HTS. Urgh, *ak*i kenapa kamu cerita soal HTS.

Jujur aku baru tahu siapa nama cewek itu sebelum mengetik blog ini. Apakah si cewek tau kalo hubungan mereka HTS. Aku ada konsultasi dengan teman yang aku percaya yang mengetahui si *ak*i luar dalam. Dia mengatakan bahwa si *ak*i memang orangnya baik banget, care ma temen tapi jeleknya dia gampang tergoda ma seorang cewek. Aku sempat menganguk terbiasa saat tahu dia cuma HTS. Tapi kan yang pasti ceweknya tidak seperti *ak*i. Apa tau kalau pacaran dengan dia bukan kearah serius malah kearah have-fun. Emang sih ini terlalu cepat, seminggu sehabis putus dengan pacar yang 1 nya dapat pacar baru lagi. I cant Imagine more than it. Aku cuma berharap semoga saja sahabatku satu itu sadar akan satu hal. Pacaran itu bukan permainan, pacaran itu proses menuju ke jenjang yang lebih baik. Kalau cuma mau permainan mendingan berteman aja deh. Kan lebih ngebebasin gerak salah satu individu. Udah kayak orang tua aja aku, sok menasehati. Btw ada yang punya pengalamn HTS lagi gak yah?! haha..


Cerita ini merupakan cerita nyata yang dilebay-lebaykan dan menjijikan. Antara judul dan cerita pun menggambarkan ke complicated-an cerita dongeng ini aka gak nyambung. Semua karakter yang ada bukanlah fiksi semata tetapi penuh dengan intrik (halah apasih). Cocok untuk anak kecil autis yang idiot.

Dahulu kala waktu masih ngekos di cisitu Bandung. Hidupku sangatlah bahagia, tentram, dan senang atau biasa disebut happly before disaster. Aku selalu keluar dengan wajah cerah, mata berbinar-binar dan menggunakan kerudung merah membawa bekal untuk nenek. Tetapi kebahagian itu tidak berjalan lama. Hari kesepuluh dari awal mula kebahagaianku tiba-tiba aku melihat tanda-tanda awan menghitam menutupi cahaya matahari tetapi hujan tak kunjung turun juga seharian. Keesok harinya, matahari dengan begitu cerahnya menghiasi hari-hariku. Malam harinya pun cerah banget, bintang-bintang menghiasi etalase langit. Uhrg, aku bias tidur sambil lihat bintang pikirku. Saat lagi menikmati ‘bintang dilangit kelip engkau disana menghiasi hidupku’(buset dah panjang amat namanya), tiba terdengar suara kencang menggelegar. Kira-kira lebih dari 2 sumber suara dan seperti mengucapkan sesuatu kata yang aku gak ngerti. Aku mencari sumber suara. Kuintip keluar jendela yang kebetulan disamping kasur ku. Karena aku berada di lantai dua jadi sekali melongo keluar aku bisa melihat cukup banyak. Hmm, ternyata sumbernya bukan setan atau mahluk halus lainnya, tetapi sekumpulan anak beralmamater satu propinsi dengan menggunankan logat, bahasa, dan cara berkomunikasi yang sejenis. Usut punya usut, ternyata mereka berasal dari propinsi S****** dan menggunakan bahasa P***** yang ternyata logatnya sangat menggelegar dan dahsyat dan bisa membuat setengah cisitu berguncang (Untuk keamanan penulis propinsi dan suku bahasa tidak diperjelas). Uh, gondok mantap jiwaku bergetar. Hari demi hari kulalui dengan kebisingan. Aku curhat sana sini tentang problemku. Aku curhat tentang para kumpulan ituh. Ke Ade, ke Nur, yah pokoknya sahabat-sahabatku. Umpatan demi umpatan kesebut dalam hati kecil ku. Dan akhirnya aku pindah ke Jatinangor. Tepatnya di Ciseke.

Entah apa yang membuatku seperti menerima karma atau apa. Kupikir tadinya setelah pindah ke Jatinangor, aku akan menjauhi pendengeran ku dari bahasa P*****. Ternyata dugaanku meleset jauh. Tadinya juga aku mikir kalau aku bakal kembali disuguhi teman-teman dengan bahasa Sunda dan ternyata juga sangat meleset. Aku mendapatkan teman yang berbahasa P***** sebagian besar dan kalo mereka dah ngobrol antar sesama suku, seolah kepalaku memusing sekali, roaming-roaming yang menabrak setiap sel otakku membuatku teringat dengan Cisitu. Oh Em Ji, kanapa Balikpapan gak punya bahasa daerah, jadi pingin unjuk gigi didepan semua orang dan kenapa aku harus mendapat teman yang sebagian besar bahasanya P*****. Tapi gak papa sih, akhirnya aku bisa mengerti itu namanya berkah, setidaknya aku punya teman lagi. Akhirnya aku terbang kelangit dengan menggunakan sayap-sayap peri itu dan bubuk flo berjatuhan dari sayapku dengan tenang dan kisahanya berakhir dengan Happily Ever After.

Newer Posts Older Posts Home